Senin, 10 Maret 2014

Kajian Kitab Riyadhus Shalihin di Musholla Nurul Iman


Kajian Bulanan "Riyadush Shalihi" -
"Taman orang-orang Beriman"

Pengajian bulanan dibimbing oleh Ustad Drs. Anshori Hasyim, Pimpinan Pondok Pesantren Ashhabulrratib, Jl. H Asmawi Raya Gg Sukun RT 03 RW 015, Kel. Beji Kecamatan Beji, Kota Depok

Pengajian bulanan di Mushollah Nurul Iman, sampai saat ini telah melakukan kajian Kitab masyhur "Riyadhus Shalihin", buah karya Imam Nawawi. Pengajian pada setiap Shubuh hari Sabtu Minggu I, setiap bulan, berikutnya akan dilakukan pada 8 Maret 2014 di Musholla Nurul Iman RW 25 Abadijaya, Griya lembah Depok. Bagi yang berminat dapat hadir ke Musholla kami.

Seklumit Imam Nawawi

Beliau adalah Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy, Abu Zakaria. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa, sebuah kampung di daerah Dimasyq (Damascus) yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Beliau dididik oleh ayah beliau yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaan. Beliau mulai belajar di katatib (tempat belajar baca tulis untuk anak-anak) dan hafal Al-Quran sebelum menginjak usia baligh.

Ketika berumur sepuluh tahun, Syaikh Yasin bin Yusuf Az-Zarkasyi melihatnya dipaksa bermain oleh teman-teman sebayanya, namun ia menghindar, menolak dan menangis karena paksaan tersebut. Syaikh ini berkata bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang paling pintar dan paling zuhud pada masanya dan bisa memberikan manfaat yang besar kepada umat Islam. Perhatian ayah dan guru beliaupun menjadi semakin besar.

An-Nawawi tinggal di Nawa hingga berusia 18 tahun. Kemudian pada tahun 649 H ia memulai rihlah thalabul ilmi-nya ke Dimasyq dengan menghadiri halaqah-halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota tersebut. Ia tinggal di madrasah Ar-rawahiyyah di dekat Al-Jami’ Al-Umawiy. Jadilah thalabul ilmi sebagai kesibukannya yang utama. Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia rajin sekali dan menghafal banyak hal. Ia pun mengungguli teman-temannya yang lain. Ia berkata: “Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya, baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata. Dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” [Syadzaratudz Dzahab 5/355].

Imam An-Nawawi adalah seorang yang zuhud, wara’ dan bertaqwa. Beliau sederhana, qana’ah dan berwibawa. Beliau menggunakan banyak waktu beliau dalam ketaatan. Sering tidak tidur malam untuk ibadah atau menulis. Beliau juga menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk kepada para penguasa, dengan cara yang telah digariskan Islam. Beliau menulis surat berisi nasehat untuk pemerintah dengan bahasa yang halus sekali. Suatu ketika beliau dipanggil oleh raja Azh-Zhahir Bebris untuk menandatangani sebuah fatwa. Datanglah beliau yang bertubuh kurus dan berpakaian sangat sederhana. Raja pun meremehkannya dan berkata: “Tandatanganilah fatwa ini!!” Beliau membacanya dan menolak untuk membubuhkan tanda tangan. Raja marah dan berkata: “Kenapa !?” Beliau menjawab: “Karena berisi kedhaliman yang nyata.” Raja semakin marah dan berkata: “Pecat ia dari semua jabatannya!” Para pembantu raja berkata: “Ia tidak punya jabatan sama sekali.” Raja ingin membunuhnya tapi Allah menghalanginya. Raja ditanya: “Kenapa tidak engkau bunuh dia padahal sudah bersikap demikian kepada Tuan?” Rajapun menjawab: “Demi Allah, aku sangat segan padanya.”

Imam Nawawi meninggalkan banyak sekali karya ilmiah yang terkenal. Jumlahnya sekitar empat puluh kitab, diantaranya:

1.      Dalam bidang hadits: Arba’in, Riyadhush Shalihin, Al-Minhaj (Syarah Shahih Muslim), At-Taqrib wat Tafir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir.
2.      Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.
3.      Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’ wal Lughat.
4.      Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-Adzkar.

Kitab-kitab ini dikenal secara luas termasuk oleh orang awam dan memberikan manfaat yang besar sekali untuk umat. Ini semua tidak lain karena taufik dari Allah Ta’ala, kemudian keikhlasan dan kesungguhan beliau dalam berjuang.


Pengajian dilakukan dengan metoda penyampaian materi kitab oleh Pembimbing, dilanjutkan dengan tanya jawab seputar materi bahasan. Sampai saat ini, pengajian masih membahas tentang keikhlasan.

Pada pengajian ke 7 (8 Maret 2014) dibahas hadis ke 3 yang dikemukakan oleh Imam Nawawi.  Dinyatakan dalam hadist ke 3 intinya bahwa Aisyah radhiallahu 'anha, berkata: Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Makkah -, tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Maka dari itu, apabila engkau semua diminta untuk keluar - oleh imam untuk berjihad, - maka keluarlah – yakni berangkatlah." (Muttafaq 'alaih)


Sabda Rasulullah s.a.w.: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Makkah," oleh para alim-ulama dikatakan bahwa mengenai hijrah dari daerah harb atau perang yang dikuasai oleh orang kafir ke Darul Islam, yakni daerah yang dikuasai oleh orang-orang Islam adalah tetap ada sampai hari kiamat. Oleh sebab itu Hadis di atas diberikan penakwilannya menjadi dua macam:

Pertama: Tiada hijrah setelah dibebaskannya Makkah, sebab sejak saat itu Makkah telah menjadi sebagian dari Darul Islam atau Negara Islam, jadi tidak mungkin lagi akan terbayang tentang adanya hijrah setelah itu.

Kedua: Inilah yang merupakan pendapat tershahih, yaitu yang diartikan bahwa hijrah yang dianggap mulia yang dijadikan dasar ibadah, yang pengikutnya itu memperoleh keistimewaan yang nyata itu sudah terputus sejak dibebaskannya Makkah dan sudah lampau pula untuk mereka yang ikut berhijrah sebelum dibebaskannya. Makkah itu, sebab dengan dibebaskan Makkah itu, Islam boleh dikata telah menjadi kokoh kuat dan perkasa, yakni suatu kekuatan dan keperkasaan yang nyata. Jadi lain sekali dengan sebelum dibebaskannya Makkah tersebut.

Adapun sabda beliau s.a.w. yang menyebutkan: "Tetapi yang ada adalah jihad dan niat," maksudnya ialah bahwa diperolehnya kebaikan dengan sebab hijrah itu telah terputus dengan dibebaskannya Makkah itu, tetapi sekalipun demikian masih pula dapat dicapai kebaikan tadi dengan berjihad dan niat yang shalih. Dalam Hadis di atas jelas diuraikan adanya perintah untuk suka berniat dalam melakukan kebaikan secara mutlak dan bahwa yang berniat itu sudah dapat memperoleh pahala dengan hanya keniatannya itu belaka.


Dijelaskan oleh Pembimbing bahwa, tetap saja jihat dengan niat merupakan inti untuk memperoleh kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun lingkungan dengan tujuan akhir untuk membawa/merubah keburukan menjadi kebaikan dengan memperhatikan hukum2 yang berlaku...

Pengajian bulanan berikutnya, insyaallah akan dilakukan pada tanggal 5 April 2014 (Minggu I), hadirilah....!!!

2 komentar:

RW 25 Abadijaya, GLD mengatakan...

Bagi yang haus ilmu, harusnya bisa hadir.....

RW 25 Abadijaya, GLD mengatakan...

Bagi yang haus ilmu keagamaan, harusnya bisa hadir.....!!!